Tersebutlah
dahulu kala, pada zaman kerajaan kampung Sakti Rantau Batuah di daerah
Muko-muko propinsi Bengkulu Utara. Di sebuah desa bernama Limo Koto,
di sini hidup seorang ibu bersama anaknya Nibung, ia anak yang patuh
dan rajin menolong orang tua atau sesamanya. Semenjak kecil ia telah
ditinggal mati oleh ayahnya. Saat menginjak usia dewasa seperti anak
lainnya, ibunya pun ingin melihat anaknya menikah, mempunyai istri dan
cucu.
Suatu hari Nibung dipanggil ibunya. Ibunya menyuruh Nibung untuk mencari pendamping hidup. Ia
hanya tertunduk dan mengangguk diam, sesaat kemudian ia lalu menjawab.
Ia bukannya membantah kata-kata ibunya, namun ia tak kuasa
meninggalkan ibu sendirian. Tapi ibunya sangat berharap supaya Nibung
cepat-cepat menikah, karena ibunya benar-benar ingin melihat Nibung
punya istri dan ingin menimang cucu. Walau terasa berat untuk
meninggalkan ibunya apabila menikah nanti, tapi ia berusaha memenuhi
permintaan ibunya tersebut.
Ketika Nibung berjalan di tepi payau kecil di tengah hutan tempat ia
mencari kayu bakar, sambil memandangi keadaan sekelilingnya. Ia teringat
akan pesan ibunya, ia baru sadar setelah mulai gelap, sehingga ia
bergegas pulang ke rumah seperti biasa. Keesokan harinya Nibung masih
mengumpulkan sisa kayu di dalam hutan yang belum selesai di hari
sebelumnya. Ketika Nibung sedang asyik mengumpulkan kayu bakar, ia
tersentak karena ia melihat sesosok gadis yang duduk sambil melempar
batu, kumpulan tanah serta ranting-ranting kecil ke tengah payau.
Langkah demi langkah kecil beserta detak jantung yang tidak stabil,
dengan sedikit rasa takut dan penuh keraguan Nibung mendekati sosok
gadis yang sedang termenung tersebut.

Sapaan gadis tersebut membuat Nibung tersentak kaget dari lamunannya.
Dengan rasa malu dan bimbang Nibung memberanikan diri untuk berkenalan,
sampai akhirnya mereka semakin akrab dan Nibung berani mengantarkannya
pulang. Ternyata gadis tersebut bernama Wulan Putri, anak kampung
seberang yang jalan-jalan berkelana menikmati keindahan alam.
Semenjak
kejadian pertemuan pertama itu, Nibung merasa melalui hari-hari dan
putaran dunia dengan penuh bahagia, wajahnya semakin cerah dan penuh
semangat bagaikan telah menemukan tempat kehidupan baru yang lebih
sempurna. Ia semakin giat dalam beribadah serta penampilannya
sehari-hari selalu rapi. Hal itu membuat heran dan penuh tanda tanya
bagi ibunya, karena tidak biasanya Nibung sebahagia atau bersikap
seperti itu. Namun naluri seorang ibu selalu tahu tentang anaknya, bahwa
Nibung sedang jatuh hati karena telah menemukan seorang gadis
idamannya. Tapi siapa gerangan gadis yang bisa menabur benih kebahgiaan
itu kepada Nibung, ibunya tidak tahu.
Setelah keduanya selesai makan, ibunya menanyakan perihal yang membuat
perubahan kepada Nibung setelah beberapa hari tersebut. Akhirnya
Nibung menceritakan semua yang telah ia alami sampai bisa menemukan
sampai jatuh cinta dengan seorang gadis cantik penyejuk hati yang
bernama Wulan Putri kepada ibunya. Ibunya ikut serontak merasakan
bahagia mendengarkan cerita dari anaknya itu, ia berharap Nibung bisa
menaburkan cintanya serta bisa meraih cinta yang tulus dari gadis
tersebut. Hari semakin hari, siang berganti malam, dan minggu berganti
Nibung dan Wulan Putri lalui berjumpa untuk bergurau bersama. Akhirnya
Nibung melontarkan isi hatinya yang selama ini ia pendam untuk Wulan
Putri. Ternyata lontaran kata cinta yang keluar dari mulut Nibung tidak
bertepuk sebelah tangan, diam-diam Wulan Putri juga telah jatuh hati
kepada seorang pria yang bernama Nibung. Semakin hari Nibung semakin
semangat mencari nafkah, karena ia tahu suatu saat nanti ia akan
meminang kekasihnya itu, tentunya akan menjadi tulang punggung dalam
mahligai rumah tangga.
Sederet bergulirnya waktu, bulan datang silih berganti. Tibalah
saatnya hari bahagia dengan tekad serta niat yang tulus di hati Nibung
untuk meminang kekasihnya yang bernama Wulan Putri. Tapi nasib berkata
lain, kesuksesan itu tidak semudah membalik telapak tangan, pinangannya
tidak segampang ungkapan cinta yang ia lontarkan sebelumnya, ternyata
cinta suci itu memang penuh rintangan berbagai arus gelombang yang siap
menerjang. Wulan Putri telah dijodohkan dengan pemuda lain yang
melebihi segalanya disbanding Nibung. Namun Nibung tahu bahwa Wulan
Putri sangat mencintainya, dalam suasana hati yang gundah gulana Nibung
menyampaikan pesan agar Wulan Putri bisa menemuinya di pinggir payau
tempat pertemuan mereka pertama kalinya. Di pinggir payau itu Nibung
mengungkapkan kekecewaan serta harapan cintanya kepada Wulan Putri,
dengan penuh tulus ia mengatakan bahwa payau tersebut akan menjadi saksi
mata cintanya yang suci, cintanya tidak akan pernah luntur disiram
hujan serta tidak akan kering diterpa kemarau seperti tidak keringnya
air payau tersebut. Ternyata Wulan Putri juga merasakan hal yang sama,
cintanya tidak akan pernah tumbang diterpa badai. Tapi ia tidak bisa
menolak keinginan ayah beserta bundanya. Mereka diam membisu, bermenung
dan merenung tanpa kata dengan hati yang kacau. Mereka saling menatap
kebisuan bagaikan dunia kosong tanpa penghuni, akhirnya Nibung memeluk
Wulan Putri erat-erat sambil meneteskan air mata kepiluan hati.
Selang waktu mereka tersentak oleh bisikan suara yang menggema dari tengah payau. Wahai
Nibung, dengar dan yakinlah bahwa aku akan menolongmu dalam mewujudkan
cintamu karena ketulusan hati dan ketakwaanmu pada yang Maha Kuasa,
pulanglah kalian. Namun ingat, tetaplah selalu dalam ketakwaanmu dan
nanti dirikanlah rumah kalian di pinggir payau ini. Sekejap suara
bisikan itu menghilang, Nibung merasakan telah bermimpi, tapi ia sadar
kalau ia telah mendapat anugerah dari yang Maha Kuasa. Akhirnya mereka
pun segera pulang. Seiring berjalannya waktu tidak disangka ayah Wulan
Putri akhirnya merestui hubungan Nibung dengan anaknya, karena dilain
pihak pemuda yang dijodohkan kepada Wulan Putri ternyata mempunyai
tingkah laku yang kurang baik.
Singkat cerita, direncanakanlah hari pernikahan Nibung dengan Wulan
Putri. Pesta pernikahan mereka pun berlangsung dengan meriah. Sebulan
setelah berlangsungnya pernikahan, Nibung mulai membangun rumahndi
pinggir payau sesuai pesan dari suara bisikan yang ia dengar di pinggir
payau sebelumnya. Setelah rumah itu selesai dibangun, mereka menapaki
kehidupan dengan penuh tawa dan canda bahagia. Sembilan bulan telah
berlalu, Kehidupan Wulan Putri mulai berat membawa beban, karena ia
sedang hamil tua anak pertamanya. Betapa bahagianya hati kedua sejoli
ini, karena tidak lama lagi mereka akan menjadi seorang ibu dan ayah
bagi anak-anak mereka. Tidak lama berselang waktu hari yang
ditunggu-tunggu telah tiba. Betapa riangnya hati Nibung karena istrinya
melahirkan kembar lima, namun apa hendak dikata tuhan telah berencana
lain dibalik kebahagiaan itu semua. Istri dan kelima anak kembarnya
dijemput dengan pelan-pelan oleh Sang Pencipta. Hari itu bagaikan terasa
kiamat, bumi bergoncang, terbelah dan langit jatuh berhamburan menerpa
luar angkasa, petir menggelegar saling sambar-menyambar. Kebahagiaan
yang dahulu kini telah berganti duka, keceriaan yang lama telah bertukar
lara. Kini tangisan tidak bersuara menjelma, hanya air mata mengalir
ke hati bagaikankan air hujan membasahi bumi, tidak terbendung lagi
dari kesedihan yang diderita oleh Nibung.
Nibung tidak ingin larut dengan kesedihan yang berkepanjangan,
sehingga ia berdo’a kepada Yang Maha Kuasa sambil melihat ke tengah
payau. “Wahai Tuhan yang telah mengubah rasa bahagiaku dengan sedih
yang menderita hati ini, jadikanlah payau ini menjadi danau seperti
danaunya hatiku apabila aku teteskan air mata, agar rasa cintaku ini
pada istri beserta anak-anakku tidak luput ditelan waktu, dengan
anugerahmu.” Sekejap mata Nibung pun menghilang dan payau tersebut
menjadi danau berpulau lima atau jika dilihat dari atas berbentuk
bintang lima, yang menandakan kelima Putra-Putri Nibung dan Wulan
Putri. Konon walau tidak banyak yang tahu apabila sepasang kekasih
datang berwisata dan memohon dengan niat yang tulus, insyaallah
hubungan tersebut akan di restui oleh kedua orang tua. Sekarang Danau
Nibung, objek wisata yang terletak di Desa Ujung Pandang, Kecamatan
Muko Muko Utara, Kabupaten Muko Muko, Provinsi Bengkulu ini, menjadi
objek wisata andalan kabupaten setempat. Danau Nibung, lokasinya mudah
dijangkau dan hanya berjarak 6 km dari Kota Muko Muko, ibu kota
Kabupaten Muko Muko.
Sungai Rengas, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar